Senin, 14 November 2011

Belajar Fisika Secara Islami

“Apakah Ilmu Fisika mungkin dipelajari tidak secara islami?”  Dengan kata lain,  “Apakah ada cara mempelajari Fisika yang Islami atau tidak Islami?”.
Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, terutama karena ada kesalahfahaman yang menggelayuti banyak orang tentang konsep dan proses Islamisasi ilmu kontemporer. Masih ada saja yang membayangkan bahwa Islamisasi sains berarti membuat “pesawat terbang Islam”, atau “mesin islam”. Atau, masih ada juga yang mengira bahwa Islamisasi hanyalah semata-mata berarti “mencocok-cocokkan” atau menjustifikasi ayat al-Qur’an dengan temuan sains  atau sebaliknya (lihat tulisan Budi Handrianto “Meluruskan Konsep Islamisasi Sains”).
Jika memang ada cara tertentu untuk mempelajari Fisika secara Islami,  pertanyaan selanjutnya, “Apa perlunya mempelajari ilmu Fisika secara Islami? Hal ini dapat dijawab dari dua sisi. Pertama,  bahwa dalam Islam, tujuan utama dari setiap pendidikan dan ilmu adalah tercapainya ma’rifatullah (mengenal Allah, Sang Pencipta), serta lahirnya manusia beradab, yakni manusia yang mampu mengenal segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah.
Tak terkecuali saat seorang Muslim mempelajari Ilmu Fisika. Ia tak hanya bertujuan semata-mata untuk menghasilkan terobosan-terobosan sains atau temuan-temuan ilmiah baru; bukan pula menghasilkan tumpukan jurnal-jurnal ilmiah semata-mata atau gelimang harta kekayaan saja. Tapi, lebih dari itu, seorang Muslim melihat alam semesta sebagai ayat-ayat Alllah. “Ayat” adalah tanda.Tanda untuk menuntun kepada yang ditandai, yakni wujudnya al-Khaliq. Allah menurunkan ayat-ayat-Nya kepada manusia dalam dua bentuk, yaitu ayat tanziliyah (wahyu yang verbal, seperti al-Quran) dan ayat-ayat kauniyah, yakni alam semesta. Bahkan, dalam tubuh manusia itu sendiri, terdapat ayat-ayat Allah.
Allah memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang tidak mampu menggunakan potensi inderawi dan akalnya untuk mengenal Sang Pencipta. Mereka disebut sebagai calon penghuni neraka jahannam dan disejajarkan kedudukannya dengan binatang ternak, bahkan lebih hina lagi (QS 7:179).
Binatang ternak bekerja secara profesional sesuai bidangnya masing-masing. Dengan itu, ia mendapat imbalan untuk menuruti syahwat-syahwatnya. Makan kenyang, bersenang-senang, istirahat, lalu mati. “Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang dan makan-makan (di dunia) seperti layaknya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (QS 47:12).
Kedua, tujuan pendidikan nasional adalah bahwa ia harus menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,..”. Pertanyaannya, “Apakah pendidikan dan pengajaran sains sudah ditujukan membentuk manusia beriman, bertakwa dan berakhlak mulia?”, “Apakah buku-buku pelajaran dan buku-buku teks Fisika sudah ditujukan untuk hal tersebut?”

*****
Mempelajari Ilmu Fisika secara Islami dimulai dari Islami atau tidaknya fikiran seorang fisikawan. Bagaimana cara pandang seorang fisikawan terhadap alam, bagaimana konsep ia tentang ilmu, dan bagaimana konsepnya tentang Tuhan. Cara pandang inilah yang menentukan apakah ia mempelajari sains secara islami atau tidak, dan cara pandang inilah yang dikenal sebagai pandangan-alam (worldview). Fikiran seorang fisikawan akan memahami benar bahwa ada keterkaitan yang erat antara ilmu (‘ilm), alam (‘alam), dan Pencipta (al-Khaliq).
Kata ‘ilm sendiri berasal dari kata dasar yang terdiri, ‘a-l-m, atau ‘alam. Makna yang dikandungnya adalah ‘alaamah, yang berarti “petunjuk arah”. Menurut al-Raghib al-Isfahani al-‘alam adalah “al-atsar alladzi yu’lam bihi syai’” (jejak yang dengannya diketahui sesuatu). Dalam karyanya Knowledge Triumphant The Concept of Knowledge in Medieval Islam,  Rosenthal  memberikan pandangan tentang adanya keterkaitan erat secara bahasa antara ilmu pengetahuan dengan petunjuk jalan yaitu bahwa, the meaning of “to know” is an extension, peculiar to Arabic, of an original concrete term, namely, “way sign.”…the connection between “way sign” and “knowledge” is particularly close and takes on especial significance in the Arabian environment.
Mengenai keterkaitan antara adanya Pencipta dengan alam, sangat menarik jika kita simak pandangan Dr. Mohd. Zaidi Ismail, pakar Islamic Science, bahwa prototipe dari Natural Science khususnya dalam arti modernnya, dalam tradisi keilmuan dan sains Islam disebut sebagai ‘ilm al-tabii’ah (the science of nature). Kata al-tabii’ah tidak seperti kata bahasa Inggris “nature (alam)” yang menyiratkan keabadian dunia, diambil dari akar kata t-b-’a atau tab’a, yang berarti “dampak atas sesuatu (ta’thir fii…), “penutup (seal), atau “jejak (stamp)” (khatm), maka ia menyiratkan “sifat atau kecenderungan yang dengannya makhluk diciptakan” (al-sajiyyah allatii jubila ‘alayha). Semua arti tersebut “mengasumsikan” adanya Sang Pencipta.
Jadi alam tidak dipelajari semata-mata karena alam itu sendiri, namun alam diteliti karena ia menunjukkan pada sesuatu yang dituju yaitu mengenal Pencipta alam tersebut. Sebab alam adalah “ayat” (tanda).  Fisikawan yang mempelajari alam lalu berhenti pada fakta-fakta dan data-data  ilmiah, tak ubahnya seperti pengendara yang memperhatikan petunjuk jalan, lalu ia hanya memperhatikan detail-detail tulisan dan warna rambu-rambu itu. Ia lupa bahwa rambu-rambu itu sedang menunjukkannya pada sesuatu.
Hal ini sejalan dengan makna ilmu dalam Islam seperti ditunjukkan oleh Jurjani dalam at-Ta’rifaat bahwa ilmu adalah “hushuul shurat asy-Syai’ fi al-‘Aql” (sampainya makna sesuatu pada akal) namun juga “wushul an-nafs ilaa ma’na asy-syai’” (tibanya jiwa pada makna sesuatu). Sejalan dengan hal ini, pakar Filsafat Sains, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan:
“Pada hakikatnya sesuatu itu, seperti juga kata, adalah sebuah petunjuk (tanda) atau simbol, dan petunjuk atau simbol adalah sesuatu yang dzhair dan tak terpisahkan dari sesuatu yang lain yang tak dzahir. Sehingga tatkala yang pertama itu sudah dapat ditangkap, dan yang bersifat dengan sifat yang sama dengan yang pertama itu tadi dapat diketahui. Oleh sebab itu kami telah mendefisnisikan ilmu secara epistemologis sebagai sampainya arti sesuatu itu ke dalam jiwa, atau sampainya jiwa pada arti sesuatu itu. “Arti sesuatu itu” berarti artinya benar, dan apa yang kami anggap sebagai arti yang ”benar” itu, pada pandangan kami ditentukan oleh pandangan Islam (Islamic vision) tentang hakikat dan kebenaran sebagaimana yang diproyeksikan oleh sistem konseptual al-Qur’an.

Ketercerabutan “makna” dan peran alam sebagai “ayat”, sesungguhnya merupakan dampak dari sekularisme sebagaimana disebutkan Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas dalam karya besarnya,  Islam and Secularism. Sekularisme telah menyebabkan dicabutnya kesakralan alam dan hilangnya pesona dari alam tabii (disenchantment of nature). Akibatnya alam tak lebih dari sekedar objek, tak punya makna dan tak ada nilai spiritual (lebih lanjut lihat tulisan Wendi Zarman “Fisika dan Metafisika Islam Perlu Disatukan Lagi”)
Konsep-konsep inilah yang akan membentuk cara pandang Fisikawan Muslim, dan dari pandangan-alam (worldview) inilah Fisika bisa dipelajari secara Islami. Aspek-aspek lain dalam dunia ilmiah seperti kejujuran ilmiah, “objektifitas”, sikap ilmiah seperti menerima kritik, mengakui kesalahan dan menerima kebenaran, lahir dari pandangan-alam ini. Sikap ilmiah dalam Islam bukan lahir semata-mata dari etika ilmiah itu sendiri, namun ia lahir dari suatu pandangan-alam (worldview) dan sebagai hasil dari pengenalannya terhadap Pencipta alam (ma’rifatullah). Worldview inilah yang telah membentuk pribadi para saintis Muslim terdahulu beserta karya-karya besar mereka yang gemilang (lihat “Fisikawan Muslim Mengukir Sejarah”, John Adler).

*****
Konsep Adab terhadap alam juga kemudian lahir dari pandangan-alam Islam (Islamic worldview) ini. Dengannya,  seorang saintis akan memperlakukan dan memanfaatkan alam dengan adab yang benar. Lalu lahirlah konsep sikap ramah lingkungan yang Islami, yang didasarkan bukan semata-mata karena alasan keterbatasan sumber daya alam, namun kesadaran bahwa alam ini bukanlah milik manusia, namun ia adalah amanah dan sekaligus juga ayat-ayat Allah. Hanya dengan pandangan-alam seperti inilah, akan lahir manusia beradab dan berakhlak, seperti yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan kita saat ini.
Prof. Naquib al-Attas mengingatkan, bahwa hilangnya adab terhadap alam – sebagai ayat-ayat Allah – inilah yang telah menyebabkan kerusakan besar di alam semesta. Belum pernah terjadi dalam sejarah manusia, alam mengalami kerusakan seperti saat ini, di mana ilmu pengetahuan sekuler merajai dunia ilmu pengetahuan. Akar kerusakan ini adalah ilmu pengetahuan (knowledge)  yang disebarkan Barat, yang telah kehilangan tujuan yang benar.
Ilmu yang salah itulah yang menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang membawa perdamaian dan keadilan; ilmu yang seolah-olah benar, padahal memproduksi kekacauan dan skeptisisme (confusion and scepticism). Bahkan ilmu pengetahuan sekuler ini untuk pertama kali dalam sejarah telah membawa kepada kekacauan dalam ‘the Three Kingdom of Nature’ yaitu dunia binatang, tumbuhan, dan mineral. 
Menurut al-Attas, dalam peradaban Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima. Tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan Akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan. (Man is deified and Deity humanised).  (Lihat, Jennifer  M. Webb (ed.), Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society,  (Victoria, The Cranlana Program, 2002), 2:231-240).
Sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan sangat pesat, Ilmu Fisika terbukti telah membawa banyak manfaat bagi umat manusia.  Wajib sebagian kaum Muslim menguasai ilmu ini. Tetapi, cara pandang dan cara belajar seorang Muslim akan berbeda dengan yang lain. Sebab, bagi Muslim, alam semesta adalah ayat-ayat Allah, yang dipelajari – bukan sekedar untuk mengungkap temuan-temuan baru – tetapi juga untuk mengenal Sang Pancipta. (***)
-copas from INSISTS-

Menyatukan Fisika dan Metafisika

Menurut Prof. S.M. Naquib al-Attas, masalah kekeliruan ilmu (corruption of knowledge) adalah merupakan masalah yang paling mendasar dalam kehidupan masyarakat modern. (al-Attas, Islam dan Sekularisme, 2010). Kekeliruan ini muncul akibat menyusupnya paham sekuler yang dibawa oleh peradaban Barat ke dalam ilmu-ilmu kontemporer. Ilmu yang keliru melahirkan tindakan manusia yang keliru pula. Inilah yang disebut oleh al-Attas, pakar Filsafat Sains,  sebagai loss of adab, yaitu hilangnya kemampuan manusia melakukan tindakan yang benar karena bersandar pada ilmu yang keliru. Tindakan yang keliru ini pada akhirnya bukanlah memberikan kebahagiaan, melainkan kesengsaraan kepada manusia. Buktinya, disaat sains dan teknologi sedemikian maju saat ini, umat manusia bukannya berhasil meraih kebahagiaan. Sebaliknya, berbagai keresahan dan kekeringan jiwa serta kerusakan alam terus meruyak. Kerusakan lingkungan, wabah penyakit yang tiada henti, bencana alam, degradasi moral, kriminalitas, dan peperangan, dating silih berganti.
Ironisnya, paham sekuler inilah yang banyak dijadikan landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan masa kini yang kemudian diajarkan di sekolah-sekolah. Hampir tidak ada disiplin ilmu alam atau sosial yang tidak terpengaruh oleh ideologi sekular. Salah satu buktinya adalah ditolaknya wahyu sebagai sumber ilmu,  sehingga semua ilmu ini dibangun dalam kerangka rasionalisme dan empirisisme.
Ilmu Fisika sebagai ilmu yang sangat penting di era modern juga tidak lepas dari pengaruh paham sekular ini. Oleh karena itu, Ilmu Fisika perlu diislamkan. Apanya yang diislamkan?
Saat bicara Islamisasi Fisika, maka harus dimulai dari hal-hal yang paling asas dari Ilmu Fisika, bukan dari kulit luarnya. Islamisasi Ilmu Fisika bukanlah mengislamkan teori Newton atau teori relativitas Einstein sehingga menghasilkan suatu teori gerak baru yang Islami. Islamisasi juga bukan berarti mencocokkan al-Qur’an dengan temuan fisika modern terkini. Misalnya, mengaitkan teori Big Bang dengan al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 30 yang berbicara tentang penciptaan alam semesta. Islamisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah Islamisasi filsafat sains yang melatarbelakangi lahirnya teori-teori fisika tersebut. Hal ini karena teori-teori fisika tidaklah lahir dari ruang kosong, tapi berangkat dari suatu sandaran metafisika mengenai hakikat alam semesta.
Sebagaimana telah disebut di atas, sandaran metafisika sains modern yang paling utama adalah paham sekular. Menurut Prof. Naquib al-Attas, salah satu dimensi dari sekularisasi adalah penghilangan pesona alam (disenchantment of nature). Artinya, alam hanyalah materi yang tidak memiliki makna spiritual. Oleh karena itu manusia berhak memperlakukannya sesuai dengan kemauan manusia. Dari sini kita dengan mudah mengidentifikasi mengapa masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah paling pelik di abad modern.
Sekularisasi juga telah menyebabkan penelitian fisika hanya menyibukkan diri dengan fenomena lahiriah (empiris) dan melepaskan kaitannya dengan Realitas Mutlak (Tuhan). Islamisasi tidak mempermasalahkan formulasi F=ma dalam teori gerak Newton, tetapi tafsiran filsafat sains yang menganggap dinamika alam sebagai sesuatu yang mekanistik. Layaknya mesin, alam bekerja sendiri berdasarkan mekanisme sebab dan akibat sehingga menegasikan kehadiran Tuhan. Sekiranya Tuhan memang ada (sesuatu yang diragukan oleh banyak fisikawan dunia), Ia tidak punya peran dan kendali terhadap kejadian-kejadian di alam. Lalu manusialah yang kemudian menjadi tuhan yang mengendalikan alam. Di sinilah manusia mencabut unsur metafisika religius dari ilmu fisika.

****
Berbeda dengan paham sekular, semua konsep Islam dibangun dalam kaitannya dengan Tuhan. Oleh karena itu semua urusan di dalam Islam adalah religius. Demikian juga pandangan-Islam mengenai alam. Di dalam Islam, alam bukanlah sekedar materi tanpa makna, melainkan tanda (ayat) dari kehadiran dan kebesaran Allah. Oleh karena itu ketika seseorang meneliti dan mempelajari fisika ia berarti sedang berusaha mengenal Tuhannya. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran 191 : Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, maha suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Ayat di atas menegaskan bahwa kegiatan ibadah (mengingat Allah) berjalan bersamaan dengan kegiatan penelitian alam (memikirkan penciptaan langit dan bumi). Sedangkan ujung dari kedua kegiatan ini adalah mengenal semakin dekat dan mengenal Allah SWT. Pada titik inilah fisika dan metafisika Islam merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (tauhid).
Oleh karena itu di dalam Islam tidak dikenal istilah “fisika untuk fisika”, artinya penelitian fisika bukanlah untuk sekedar kesenangan memecahkan misteri alam. Itu sebabnya di sepanjang sejarah Islam kita tidak mengenal ada ilmuwan Muslim yang menjadi anti Tuhan setelah menguasai ilmu fisika, atau ilmu apa pun, karena landasan mempelajarinya berangkat dari keimanan dan pengabdian kepada Allah. Bahkan, para ilmuwan di dunia Islam masa lalu biasanya juga dikenal sebagai orang yang faqih dalam ilmu agama.
Sebaliknya di Barat, tidak sedikit ilmuwan yang semakin tahu tentang alam semakin meragukan keberadaan Tuhan, bahkan menjadi anti Tuhan. Laplace, seorang ahli astronomi Perancis abad ke-18, ketika ditanya Napoleon tentang pemeliharaan Tuhan terhadap alam semesta menjawab, ”Yang Mulia, saya tidak menemukan dimana tempat pemeliharaan Tuhan itu.” Sementara Hawking, fisikawan yang dianggap paling tahu soal kosmologi, sampai sekarang pun masih saja bertanya apakah alam ini memiliki Pencipta, dan kalau ada apakah Ia juga mengatur alam semesta (Brief History of Time).
Di negeri Muslim seperti Indonesia, walaupun tidak sampai meragukan Tuhan, umumnya ilmuwan Muslim kurang menguasai ilmu agama. Sekularisasi telah menyebabkan timbulnya kepribadian ganda (split personality) dalam diri ilmuwan tersebut. Hal itu karena visi sekular selalu memandang realitas secara dikotomis. Sains adalah sains, sedangkan agama adalah agama. Keduanya tidak berkaitan, sehingga wahyu tidak ada hubungannya dengan sains yang rasional dan empiris.
Inilah perbedaan utama antara pandangan Islam dan sekular. Melalui sekularisasi, Ilmu Fisika diceraikan dari metafisika Islam. Sedangkan Islamisasi adalah mengembalikan metafisika Islam sebagai ruh Ilmu Fisika,  sehingga ilmu ini menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata memuaskan keingintahuan manusia terhadap alam. (***)
-copas from INSISTS-

Q rela kok didahuluin^_^

Aku pEngen di panggil ukhti…
Apa istimewanya ce dipanggil ukhti?????? Batinku. ”yaudah tak panggil ya!!!! Ukhti….”ucap q santai dengan suara yang dimanis-maniskan. Tapi betapa kagetnya ketika mendengar jawaban “ gak mau kalo kamu yang panggi q ukhti,,kan q bukan lesbi”….”what???????apa maksudnya niE anak??????”.truz slama nie q kadang dipanggil ukhti ma beberapa orang juga menunjukkan klo q lesbrong????sorry yeeee!!!!!najis!!!!! Apa hubungan nya coba??????
Ini sebenarnya kisah teman q yang sedang dilanda virus merah jambu. “tau gak barusan dia sms gini nie…” kata temenq sok manieeeeessssss
“gak pa2 ukhti pacaran itu jadikan penyemangat, udah ambil positifnya j”
What?????seenak udelnya j biLang gitu,,,,,sesuatu yang haram ya haram meski kita maksa2 kalo hal itu mace punya sisi positif,,,,Truz apa tadi????? Dia panggil pakek sebutan apa????ukhti?????. bukannya itu Panggilan yang biasa digunakan anak2 SKI, y????? panggilan yang biasa digunakan oleh orang2 yang paham ilmu agama. Disini saya bukan bermaksud mengkhususkan panggilan itu untuk anak2 rohis j, untuk orang2 yang katanya paham agama j….tpi yang buat saya sensi hal ini jelas suatu hari nanti menjadi pembenaran buat beberapa orang untuk melakukan hal2 yang jelas2 udah diharamkan m Allah. PACARAN….
Emang pacaran haram y????
Emmmm gimana ya jelasinnya?????gini dech… cinta bukan untuk direndahkan nilainya dengan aktivitas seperti itu. Pacaran maksudnyo…. Betul kalo cinta nggak bisa dimatikan, q juga  sependapat dengan pernyataan itu. Tapi, bukan berarti kemudian dipropagandakan dengan gencar lewat aktivitas frontal Pacaran, bagaimana pun juga pacaran itu salah satu aktivitas yang bisa mendorong ke dalam dosa bin maksiat. Nggak percaya? Hemmmm…..
Gini ya sob Allah SWT udah berfirman:
“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”(QS. Al-isra`:32)
Ya…..Meski Allah gak bilang langsung kalo pacaran itu haram, tapi yang dimaksud jangan mendekati zina pada ayat itu adalah perbuatan seperti pacaran. Sekarang jujur dech bagi kalian yang udah profesional dalam hal berpacaran “apa bener  aktivitas pacanan itu bakal seru kalo cuma sms-an m ngobrol lewat telepon j?????”. Pasti ada acara tambahan yang lain.emmmm….Misalnya, janjian nonton film di bioskop, atau main ke tempat rekreasi. Tentu saja Cuma berdua, nggak pake acara bawa-bawa saudara atawa teman, apalagi tetangga. Emangnya mau sLametan?. EndiNgnya aktivitas ini bisa menjurus kepada penzinahan. Udah percaya aja deh kalo dikatakan bahwa pacaran bisa mendekati perzinahan. Betul, Non q gak bo`ong kok.
Ngobrol dengan lawan jenis di tempat yang sepi apalagi gelap bisa bikin setan tergoda untuk jadi provokator. Bayangkan!!!!, setan aja tergoda. Lha kalo iblis yang turun tangan jadi provokator.bisa gaswat dunk…..pasti ia akan merayu kamu agar berjalan semakin jauh. Selain itu, BuSet m PakLis(bu setan m pak iblis maksudnya) aktif memblokir otak kamu agar nggak bisa berpikir dengan akal sehat untuk melihat kebenaran. Walhasil, prosesi perzinahan pun tak mustahil terjadi.
“Tapi kan kite pacarannya nggak bakal sejauh itu.” Ah, itu cuma alasan klise. Ngaku deh. Itu kan alasan agar aktivitas kamu yang nyerempet-nyerempet bahaya bisa tetap legal. lya, kan? Udah ngaku j!!!!!hehehe dikit maksa buat ngaku Nie…
Eh, tapi kan ada juga yang pakai jilbab pacaran. Ato bahkan ntu kata mas2 tadi “gak pa2 ukhti pacaran itu bisa buat penyemangat, pokoknya ambil positifnya j..”Hayo, gimana tuh, boleh nggak?” benerkan kataku tadi bakal jadi pembenaran buat orang lain….tapi sebagai orang yang waras mestinya kita tau dunk…. Mau yang pake jilbab, mau mas2 yang manggil lawan jenis pakek ukhti-ukhtian pokoknya NO COMPROMISE!!!!!. Yang penting kalo dia berbuat menyalahi aturan Allah dan Rasul-Nya, jelas ia melakukan dosa. Yang pake jilbab juga berdosa kalo pacaran, meskipun cowok yang manggil lawan jenis pakek ukhti-ukhti tapi tetep menganggap pacaran sebagai penyemangat dan menjadi pelaku pacaran tetep dosa. Pacaran itu nggak boleh, kawan!
Truz gimana donk?
Jadi gini karena celah yang bisa mengantarkan untuk melakukan pacaran salah satunya akibat bercampurnya cowok m cewek, maka peluang itulah yang harus ditutup. Paling tidak ketika kita berhubungan dengan lawan jenis harus ada  etikanya alias ada batasannya. Nggak seenak udel qt!
Cowok dan cewek boleh-boleh saja bercampur dalam satu tempat tapi tentu ada rambu-rambu yang harus ditaati bersama. Ada atunan yang harus diketahui barengan. Kapan boleh campur kapan gak boleh. Pada saat seperti apa boleh nyampur dan kondisi sepenti apa yang pantang untuk barengan. Juga bagaimana upaya masing-masing dalam menjaga kehormatan dan kesucian dirinya. Pada dasarnya Islam menetapkan aturan bahwa laki-laki dan perempuan itu terpisah kehidupannya, baik dalam kehidupan umum di masyarakat, seperti di sekolah, jalan umum, bis, angkot, dan di pasar maupun dalam kehidupan khusus di tempat pribadi, seperti rumah atawa tempat kost. Tapi Islam nggak kejam dengan membiarkan selamanya terpisah seperti itu. Ada saat-saat tertentu yang dibolehkan bagi cowok dan cewek untuk berkumpul dan berinteraksi. Malah dalam beberapa kondisi, pentemuan antara keduanya nggak mungkin dihindari.
Boleh-boleh aja berkumpul dan berinteraksi dengan lawan jenis di tempat-tempat umum, dalam aktivitas yang dibolehkan oleh syara`. Seperti berkumpul dan berinteraksi dalam belajar-mengajar, dalam urusan pengobatan dan bentuk muamalah lainnya. Tapi jangan salah, meski di tempat-tempat umum itu dibolehkan untuk berkumpul dan berintenaksi, tapi, mata kudu tetep dijaga. Selain itu jangan sekali-kali dech kamu berkhalwat atau berdua-duaan (mojok) dengan lawan jenis. Rasulullah SAW. bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhawat dengan seorang wanita sedangkan wanita itu tidak bersama mahromnya Karena sesungguhnya yang ketiga di antara mereka adalah setan.” (HR. Ahmad).
Berarti kalo sms m telp2-an gak pa2 dunk????
Sigh...ini nie bedanya umat islam zaman doeloe dan sekarang. Doeloe paz pertama kali turun ayat tentang haramnya khamr para para sahabat langsung memecahkan semua botol berisi khamr sehingga kota hampir menjadilautan khamr. Truz juga waktu pertama kali turun ayat wajibnya pakek jilbab dan khimar para sahabiyah langsung lari menurunkan kordennya untuk menutupi auratnya...sebhanallah beda jaoh ya m umat sekarang. Ketika tau hukum sustu perkara kebayakan ribut nyari celah hukum-nya malahan sibuk ngakali hukumnya Allah.....ckckck
Gini sayang....sesuatu yang membawa kita pada hal yang wajib maka hukumnya jadi wajib, kayak wudhu yang hukumnya gak wajib tapi karena tanpa wudhu shalat(yang hukumnya wajib) gak sah maka wudhu jadi suatu kewajiban. Begitu juga sesuatu yang membawa kepada kharaman maka hukumnya jadi haram...ya kayak telp2-an m sms-an m lawan jenis...kalo hal ini bakal membuat kita ngarah ke pacaran hukumnya juga jadi haram.
Teman!!!!!meski kita main cinta-cintaan tapi harus tahu aturan mainnya dalam Islam. Walau bagaimana pun juga, Islam harus jadi patokan dalam setiap aktivitas kita dalam kehidupan. Termasuk dalam urusan cinta ini. Sob cinta gak perlu dimatikan tapi tetep harus dikendalikan. Kalo udah gak bisa mengendalikan, udah nikah j q rela kok didahuluiN…heheheheJ
21:09
Surabaya, 27 OKT 2011